
6 Menit
Membeli rumah adalah investasi besar yang memerlukan keputusan matang, terutama dalam memilih skema pembiayaan yang tepat. Di Indonesia, Anda memiliki dua pilihan utama: KPR syariah atau KPR konvensional. Keduanya sama-sama membantu Anda mewujudkan impian memiliki rumah, namun dengan cara kerja yang sangat berbeda.
Banyak calon pembeli rumah merasa bingung menentukan pilihan. Apakah cicilan akan lebih ringan dengan KPR konvensional? Atau lebih aman dengan KPR syariah yang cicilannya tetap? Artikel ini akan menjelaskan perbedaan mendasar antara kedua sistem secara objektif, sehingga Anda bisa membuat keputusan terbaik sesuai kondisi finansial dan kebutuhan Anda.

KPR konvensional adalah fasilitas pembiayaan rumah yang menggunakan sistem pinjaman berbunga. Bank memberikan pinjaman uang kepada nasabah, dan nasabah wajib mengembalikan pokok pinjaman ditambah bunga sesuai kesepakatan. Pengawasannya dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan nasional.
KPR syariah adalah pembiayaan rumah yang berdasarkan prinsip syariah Islam, di mana tidak ada sistem bunga atau riba. Bank bertindak sebagai mitra yang membeli rumah terlebih dahulu, kemudian menjualnya kepada nasabah dengan margin keuntungan yang disepakati di awal.
Pengawasannya tidak hanya oleh Bank Indonesia, tetapi juga Dewan Pengawas Syariah yang memastikan setiap kebijakan sesuai dengan fatwa MUI. Meski berbasis prinsip Islam, KPR syariah bisa digunakan oleh siapa saja tanpa memandang agama.

Perbedaan paling mendasar terletak pada skema pembiayaannya. KPR konvensional menggunakan sistem hutang-piutang, di mana bank memberikan pinjaman uang kepada nasabah. Hubungan yang terjalin adalah debitur dan kreditur.
Sementara KPR syariah menggunakan akad jual beli seperti murabahah atau akad kerjasama seperti musyarakah mutanaqisah. Bank membeli rumah terlebih dahulu, kemudian menjualnya kepada nasabah. Hubungan yang terjalin adalah mitra bisnis, bukan debitur-kreditur.
Pada KPR konvensional, bank menerapkan suku bunga yang bersifat mengambang atau floating rate. Artinya, besaran bunga bisa berubah sewaktu-waktu mengikuti suku bunga acuan Bank Indonesia. Jika BI rate naik, cicilan Anda juga ikut naik.
Berbeda dengan KPR syariah yang tidak mengenal bunga. Bank mengambil keuntungan dari margin yang sudah ditetapkan sejak awal akad. Misalnya, rumah seharga Rp500 juta dibeli bank, lalu dijual kepada Anda seharga Rp650 juta. Margin Rp150 juta ini sudah final dan tidak akan berubah sampai lunas.
Karena perbedaan sistem bunga dan margin, besaran cicilan bulanan pun berbeda. Pada KPR konvensional, cicilan bersifat fluktuatif. Biasanya bank menawarkan bunga tetap untuk 2-5 tahun pertama, setelah itu berubah menjadi floating rate yang bisa naik-turun.
Simulasi konkret menunjukkan: cicilan tahun pertama bisa Rp5,7 juta per bulan, namun memasuki tahun keempat meningkat menjadi Rp6,3 juta atau bahkan lebih tinggi tergantung kondisi pasar.
Sebaliknya, KPR syariah menawarkan cicilan tetap dari awal hingga akhir masa tenor. Jika cicilan bulan pertama Rp6 juta, maka sampai lunas tetap Rp6 juta. Ini memberikan kepastian untuk perencanaan keuangan jangka panjang.
Bank konvensional umumnya berani memberikan tenor yang lebih panjang, yaitu 20 hingga 30 tahun. Hal ini karena semakin lama nasabah mencicil dengan bunga mengambang, semakin besar keuntungan yang didapat bank.
Sedangkan tenor KPR syariah maksimal hanya 15 tahun. Bank syariah tidak mengambil keuntungan dari bunga yang berjalan, melainkan dari margin yang sudah ditetapkan di awal, sehingga tidak perlu tenor terlalu panjang.
Setiap bank memiliki kebijakan sanksi jika nasabah terlambat membayar cicilan. Pada KPR konvensional, denda keterlambatan diberlakukan sesuai kebijakan masing-masing bank. Besarannya bisa dihitung berdasarkan jumlah hari keterlambatan.
Namun pada KPR syariah, tidak ada denda keterlambatan karena hal ini bertentangan dengan hukum Islam yang melarang penambahan beban atas kesulitan pembayaran. Meski demikian, nasabah tetap diharapkan disiplin membayar sesuai jadwal.
Jika Anda ingin melunasi KPR konvensional lebih cepat dari jadwal, biasanya dikenakan penalti atau denda pelunasan dipercepat. Hal ini karena bank kehilangan potensi keuntungan dari bunga yang seharusnya masih berjalan.
Sebaliknya, KPR syariah justru memberikan diskon atau potongan margin jika Anda melunasi lebih awal. Anda hanya perlu membayar margin untuk bulan-bulan yang sudah berjalan saja, tidak untuk keseluruhan tenor.
Dari segi uang muka, KPR konvensional umumnya lebih fleksibel dengan DP yang lebih rendah. Beberapa bank bahkan menawarkan program KPR dengan DP 0% untuk properti tertentu.
Sementara KPR syariah biasanya mensyaratkan DP yang lebih tinggi, minimal 10-20% dari harga rumah. Hal ini terkait dengan skema kepemilikan dan pembagian risiko antara bank dan nasabah.
Kelebihan:
Keuntungan utama KPR syariah adalah kepastian cicilan. Anda tahu persis berapa yang harus dibayar setiap bulan sampai lunas, sehingga memudahkan perencanaan keuangan jangka panjang. Tidak ada kejutan kenaikan cicilan di tengah jalan.
Transparansi juga menjadi nilai plus. Semua biaya dijelaskan secara terperinci sejak awal, termasuk margin keuntungan bank. Tidak ada denda keterlambatan yang memberatkan, dan Anda bahkan mendapat diskon jika sanggup melunasi lebih cepat.
Kekurangan:
Tenor yang lebih pendek membuat cicilan bulanan cenderung lebih besar dibanding KPR konvensional dengan tenor panjang. Jika penghasilan Anda pas-pasan, cicilan bulanan yang besar bisa terasa berat.
DP yang lebih tinggi juga menjadi tantangan bagi pembeli pertama kali yang dananya terbatas. Selain itu, Anda tidak bisa menikmati keuntungan saat suku bunga pasar sedang turun, karena margin sudah tetap sejak awal.
Kelebihan:
Tenor yang lebih panjang memberikan fleksibilitas dengan cicilan bulanan yang lebih ringan. Jika Anda memiliki penghasilan yang tidak terlalu besar namun stabil, cicilan kecil dalam waktu lama bisa lebih nyaman.
DP yang lebih rendah memudahkan Anda untuk segera memiliki rumah tanpa harus menabung terlalu lama. Bank juga sering memberikan promo bunga tetap untuk 3-5 tahun pertama, sehingga cicilan awal lebih terjangkau. Ketika suku bunga pasar turun, Anda juga bisa menikmati keringanan cicilan.
Kekurangan:
Ketidakpastian adalah risiko terbesar. Cicilan bisa naik sewaktu-waktu mengikuti kebijakan suku bunga Bank Indonesia. Yang awalnya Rp5 juta per bulan bisa melonjak menjadi Rp7 juta tanpa bisa Anda prediksi.
Ada denda keterlambatan yang diberlakukan jika Anda terlambat bayar. Jika ingin melunasi lebih cepat, Anda juga dikenakan penalti yang cukup besar. Semua ini harus menjadi pertimbangan matang sebelum mengambil KPR konvensional.
Tidak ada jawaban mutlak mana yang lebih baik, karena keputusan tergantung pada kondisi keuangan dan preferensi masing-masing.
Pilih KPR Syariah jika:
Anda menginginkan kepastian cicilan setiap bulan
Penghasilan stabil dan mampu membayar cicilan lebih besar
Ingin pembiayaan yang sesuai dengan prinsip Islam
Berencana melunasi lebih cepat dari jadwal
Pilih KPR Konvensional jika:
Anda membutuhkan cicilan bulanan yang lebih ringan
Siap dengan risiko fluktuasi bunga
DP terbatas dan butuh tenor panjang
Yakin bisa mendapat keuntungan saat suku bunga turun
Jika masih ragu, Anda bisa diskusi dengan komunitas yang sudah berpengalaman mengambil KPR untuk mendapat insight langsung dari pengguna.
Perbedaan KPR syariah dan konvensional terletak pada tujuh aspek utama: skema pembiayaan, sistem bunga vs margin, besaran cicilan, tenor, denda keterlambatan, pelunasan dipercepat, dan uang muka. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Yang terpenting adalah menghitung kemampuan finansial Anda dengan jujur. Hitung total pendapatan, pengeluaran rutin, dan cadangan dana darurat sebelum memutuskan. Jangan sampai cicilan rumah justru membebani kehidupan sehari-hari.
Setelah memahami perbedaannya dan memilih skema yang tepat, saatnya temukan rumah impian Anda di Hoome. Temukan berbagai pilihan rumah dengan harga transparan dan listing terverifikasi. Jelajahi juga tips properti lainnya untuk panduan lengkap seputar kepemilikan rumah di Indonesia.